
Sahabat…, kali ini, saya ingin bercerita, tentang proses pembangunan Jalan Layang Cawang-Priok. Bukan hanya bagaimana keberhasilan itu dicapai, namun lebih dalam lagi, betapa pentingnya rasa percaya diri, kekeluargaan, kebersamaan, dan penggalangan sikap mental, dalam menghadapi mega tantangan, menjadi hal yang bisa kita kerjakan.
Sahabat…,
saat pertama saya dan kawan-kawan memenangkan proyek Jalan Layang Cawang-Priok, banyak kalangan yang sangat meragukan kemampuan saya. Saya tidak dapat menyalahkan mereka, mengingat kemampuan saya di bidang pembangunan, memenuhi syarat, untuk diragukan.
- “Dia kan nggak punya gelar.”
- Keraguan itu semakin besar, melihat kenyataan, bahwa sebagian besar yg terlibat dalam pembangunan itu, saya memilih anak-anak muda.
- Saya tidak mempunyai pendidikan formal dibidang manajemen, jargon-jargon manajemen yang canggih, tak dapat anda harapkan akan keluar dari saya.
- Saya tidak akan mampu men-sistematisasi-kan gagasan-gagasan sesuai teori-teori manajemen yang muluk.
- Saya tidak akan berpretensi, bahwa saya mengetahui seluk beluk konstruksi canggih
- Saya seorang ibu rumah tangga
- Dan masih banyak lagi, deretan tuduhan yang bisa menargetkan saya untuk diragukan.
Sahabat…,
Dari apa yang saya rangkum di atas, ternyata ada tugas yang insya Allah dapat saya lakukan. Tugas saya memimpin, dan Alhamdulillah saya beruntung, saya belajar memimpin dari yang terbaik, Bapak saya.
Bapak berpesan pada saya :” Seorang pemimpin yang sukses, tidak harus cemerlang kecerdasannya. Yang penting, sebagai pemimpin ia harus punya kehausan untuk berhasil, ia harus punya keyakinan mutlak atas tugas yang diembannya, berani menghadapi resiko, disiplin dan harus punya keberanian untuk meniadakan hal-hal yang bisa menggagalkan tugasnya untuk mencapai sasaran.”
“Nuwun sewu (mohon maaf) pak, yang bapak maksud dengan hal-hal yang bisa menggagalkan itu apa saja?” ragu saya bertanya.
“Begini, mungkin dalam perjalanan bertugas, kamu temui intrik-intrik dan hal-hal yang tak relevan. Hal-hal yang tidak perlu kita tanggapi. Seperti yang kamu ceritakan ke bapak, bahwa banyak orang meragukan kemampuan kamu. Kamu tidak perlu terbebani dengan hal tersebut, yang penting kamu tetap bekerja dengan sepenuh hati. Intinya kesabaran harus selalu mendampingimu wuk. Karena dengan kesabaran akan menuntun kita berfikir jernih, sehingga keputusan yang kamu ambil, insya Allah tidak salah.”
“Jadi kalau saya bisa melaksanakan itu semua, saya bisa memimpin pak?” penasaran saya bertanya.
“Ya tidak, masih banyak lagi syarat-syaratnya, di antaranya, bahwa kebesaran seorang pemimpin itu, diukur dari usaha pengorbanannya dalam upaya mencapai sasaran.”
Pesan bapak itu selalu saya pegang. Saya berusaha mengasah diri, untuk memenuhi persyaratan menjadi pemimpin, sebagaimana yang bapak gariskan. Namun berat sungguh melaksanakannya. Pada saat itu, emosi masih sering menyapa saya, mungkin juga faktor usia, dimana saat saya memenangkan tender tersebut tahun 1986, umur saya masih 37 tahun.
Ada pesan bapak yang juga selalu menjadi motivasi kerja saya, beliau berpesan, “ Dalam pembangunan, tidak hanya tergantung dari berapa majunya teknologi atau besarnya proyek, tapi tergantung juga pada kualitas manusianya.”
Dari pesan bapak di atas, mendorong saya untuk lebih memilih tenaga-tenaga muda, bersama-sama saya menyelesaikan proyek besar ini.
Banyak yang menanyakan pada saya, kenapa tidak memilih tenaga professional saja, bukankah anak-anak muda ini belum punya pengalaman. Mereka tidak akan mampu menyelesaikan proyek ini. Apalagi ini merupakan proyek swasta pertama yang membangun jalan toll.
Mungkin mereka lupa, bahwa tenaga-tenaga profesional itu dulunya juga berangkat dari anak muda yang tidak punya pengalaman. Kalau anak-anak muda itu tidak dipercaya, karena tidak mempunyai pengalaman, lalu sampai kapan mereka memperoleh kesempatan untuk mendapatkannya.
Saya mengambil resiko, akan memberi kesempatan kepada kaum muda untuk menunjukkan identitas dirinya, bahwa mereka pun mampu menjawab tantangan-tantangan yang mereka hadapi. Saya tidak mau melihat generasi penerus kita, hanya sebatas menjadi penonton keberhasilan senior-seniornya. Dan kami bersama dalam satu perahu, untuk menghadapi tantangan, dan mempersembahkan yang terbaik bagi bangsa dan Negara.
Sahabat…,
Dari ajaran-ajaran yang bapak berikan pada saya, dapat saya tarik kesimpulan, bahwa setiap individu, merupakan satu unit yang mempunyai kemampuan untuk melakukan perubahan dalam masyarakat.
Adapun tugas saya, menyiapkan kesempatan yang seluas-luasnya, agar setiap individu, memperoleh kebebasan berfikir dan bertindak, tetapi tetap bertanggung jawab atas kebebasan yang diberikan kepadanya, dalam pelaksanaan lingkup tugas masing-masing.
Jakarta 9 September 2018
Terus maju membangun negeri tanpa pembalutan citra bravo Mbak Tutut