Bila kuingat masa kecilku di Semarang —ketika Bapak menjadi Panglima Kodam Diponegoro—, dimana pada saat itu aku masih duduk di SR/Sekolah Rakyat (sekarang SD), di Kampung Kagog. Setiap hari Minggu, ibu selalu mengajak aku untuk mencuci pakaianku sendiri dan pakaian bapak ibu. Saat-saat indah dan berkesan dengan ibu yang tak pernah aku lupakan.
Tadinya aku tidak mengerti kenapa kami harus mencuci sendiri baju-baju. Padahal ada pembantu (sekarang poluler dengan ART /Asisten Rumah Tangga) yang nyuci.
*
Aku tanya ke ibu : “Bu kenapa kita harus mencuci sendiri, kan sudah ada yang nyuci bu?”
“Ngene (begini) wuk (nak), memang sudah ada yang nyuci, tapi ibu ingin kamu tahu dan merasakan seperti apa kalau nyuci pakaian sendiri. Jadi kamu bisa tahu juga rasanya mereka bekerja.”
Saya belum puas dengan jawaban ibu : “Tapi bu itu kan memang pekerjaan mereka, makanya dibayar oleh bapak dan ibu.”
“Betul yang kamu katakan wuk, disini ibu ingin supaya setelah merasakan apa yang mereka kerjakan, kamu bisa menghargai mereka, mereka juga manusia biasa yang bisa capek, jadi kita tidak akan menyuruh mereka semena-mena,” Ibu menjelaskan dengan sabar.
“Jadi kita juga musti baik dengan mereka ya bu,” kata saya sambil memilah pakaian putih dan berwarna.

Sambil merendam pakaian kotor ke dalam ember berisi air, ibu menuturkan: “Pinter kowe ngger (kamu nak) …. Kamu musti menyadari, kalau nggak ada mereka, semua harus kita kerjakan sendiri. Kamu bayangkan kalau semua kita kerjakan sendiri, pulang sekolah kamu cuci pakaian, setrika, nyapu lantai, ngepel, bersihkan kamar tidur, bantu masak, cuci piring dan gelas dan lain-lain sebagaimana yang mereka kerjakan. Belum bikin PR. Kowe mesti kesel banget (kamu pasti capek sekali).”
“Iya ya bu, kalau nggak ada mereka, repot juga kita dan pasti capek sekali,” mulai mengerti yang dimaksud ibu.
“Jadi sebenarnya kita juga butuh mereka, bukan mereka saja yang membutuhkan kita. Ini yang disebut saling membutuhkan. Mereka sekarang tinggal di rumah kita, jadi mereka juga menjadi anggota dari rumah ini, berarti juga saudara kita. Jadi kalau nyuruh jangan teriak-teriak, jangan marah-marah … suruhlah dengan baik-baik.”
“Bu, kata temenku pembantunya itu kalau ditimbali (dipanggil) suka nggak mau datang, padahal sudah diteriakin kenceng sekali.”
Ibu berkata sambil memandang saya, “Mungkin karena kesalahan majikan, kurang menghargai mereka, memperlakukan mereka dengan kasar, akhirnya mereka jadi berontak hatinya, dipanggil pura-pura nggak denger. Kamu nggak boleh seperti itu. kalau kamu ingin orang lain baik padamu, ya berbuat baiklah dengan orang lain.”
“Iya bu,” saya jawab sambil ngucek-ngucek baju pakai sabun.
Sementara sambil menggilas pakaian dengan sabun di papan gilasan, ibu melanjutkan pituturnya kepada saya : ”Wuk, di hadapan ALLAH itu semua sama, yang membedakan bukan jenis pekerjaan kita atau kedudukan kita, yang membedakan adalah ibadah dan amal sholeh kita. Kalau kita berbuat baik dengan orang lain, maka itu akan menjadi catatan kebaikanmu di hadapan-NYA.”
*
Saya sangat mengagumi ibuku, karena apa yang ibu lakukan ini tetap dilakukan sampai akhir hayatnya. Walaupun beliau menjadi pendamping bapak sebagai “Ibu Negara”, setiap hari minggu bila tidak ada acara, ibu selalu mencuci pakaiannya sendiri, terutama kain batiknya.
“Ibu sayang…, sekarang aku merasakan betapa besar pengaruh ajaran ibu pada diriku. Ajaran ibu sepintas terlihat sangat sederhana, namun di balik semua itu mengandung satu pelajaran yang sangat tinggi dalam menempa mental kita untuk selalu berbuat baik dan menghargai orang lain.
Terima kasih ibu… untuk semua jerih payah ibu dalam ibu membimbing kami putra putri ibu. Berbahagialah ibu bersama bapak. Doa kami akan selalu menemanimu di atas sana.
We love you ibu ..always.”
Terima kasih ya ALLAH, telah ENGKAU hadirkan seorang ibu untuk kami, seorang ibu yang tegar namun penuh kelembutan. Satukan bapak dan ibu kami di surga-MU ya ALLAH .. aamiin.
Jakarta, 10 Juni 2018
Jam 01.00 dini hari
Terima kasih sudah membagi kisah inspiratif ini Bu Hajjah. Banyak masyarakat yang hanya mendengar dari media, itupun banyak yang rasanya gak relevan. Web ini akan membuka tabir mengapa Indonesia dulu kuat.
Teriring Alfatihan untuk beliau berdua, semoga ditempatkan bersama dengan orang orang Sholeh disisi ArsyNya Allah. Aamiin.
Saya hadir untuk menyimak Bu.
Semoga ke 2 ortu mbk tutut husnul khotimah kita sbg putra putrinya bisanya cm mendoakan Alfatikhah
Aamiin
Mbak Tutut, saat ini tahun 2017, 21 juta kelg kita belum punya WC. Kami sudah buat ribuan, juga Damandiri, tp perlu jutaan lain. Negara hrs efejktf tp blm shg 2 thn ino cuma naik 4 %. Ayo, bantu donk wujudkan cita2 Bpk Suharto dlm sanitasi jamban
Syurga firdaus untuk pemimpin yang sangat merakyat (Alm Bapak Soeharto) dan yang setia mendampingi langkahnya di saat susah dan senang (Alm Ibu Tien Soeharto) “Al Fatihah
Pantesan .. kami dl sebagai karyawan di Perusahaan ibu tutut CMNP digaji dg layak walaupun sy level yg paling bawah saat itu saat beliau msh menjadi Dirut di PT CMNP Tbk … tp sekarang sdh dikuasai pengusaha china kesejahteraan kami terbengkalai banyak yg resign … smoga kebaikan ibu sekeluarga diberkahi Allah dan selalu dlm lindungan Allah SWT karena sudah banyak mensejahterakan rakyat dg kehidupan yg layak kpd kami … Aamiin .. hasil amal ibadah tidak akan tertukar dg nilai pahala yg sdh diberikan kpd kami sebagai tabungan di akhirat …
Smoga ALLAH Yang Maha Rahman-Rahim, Memberkahi Seluruh Keluarga alm. Bpk Soeharto, Barakallahulakum..
* Slm dr kami yg pernah sangat mencintai pemimpin negeri ini.
Tiba2 jadi teringat rencana Reuni SD Candi Baru 1, 2, 3, 4 Kagok (skrg SD Wonotingal?) tahun 1998 yg batal. Smga Allah SWT mlindungi kta smua…aamiin.
Aamiin ya Robbal Alamin