
Sejak bapak pindah tugas dari Semarang ke Jakarta, —sebelumnya bapak menjabat Panglima Diponegoro di Semarang, lalu sekolah SESKO di Bandung—, diberi tugas untuk memimpin CADUAD (Cadangan Umum Angkatan Darat) sebagai Panglima CADUAD dan akhirnya menjadi Panglima KOSTRAD (Komando Strategi Angkatan Darat) di Jakarta, pak Yos lah yang selalu memotong rambut bapak. Pak Yos ini tukang cukur yang mangkal di bawah pohon di jalan H Agus Salim (dekat rumah), dan juga berkeliling naik sepeda.
Sampai bapak dilantik sebagai Presiden Republik Indonesia, bapak tetap memanggil pak Yos ini untuk memotong rambutnya. Walaupun ada yang menyarankan agar bapak mengganti tukang cukurnya. Katanya, “masak Presiden, tukang cukurnya dari bawah pohon”. Bapak tidak mempedulikan anjuran itu. Kata bapak apa bedanya, kan pak Yos manusia juga, yang warga Negara Indonesia.
Pak Yos sendiri kaget dan terharu, karena masih dipanggil bapak walau sudah menjadi Presiden R I. Bedanya, setelah bapak menjabat sebagai presiden, Pak Yos memakai baju lengan panjang setiap memotong rambut bapak.
Namun ajal tak dapat ditolak. Kalau tidak salah tahun 1977, pak Yos meninggal dunia. Bapak merasa sangat kehilangan.
Seberapa pun kehilangan kita, yang namanya rambut tidak mau kompromi untuk tidak tumbuh. Begitupun rambut bapak semakin memanjang,
Akhirnya bapak bertanya pada saya : “Wuk kamu tahu nggak tukang cukur yang bisa dipanggil ke rumah.”
Saya jawab : “Umang saja pak, dia bisa kok motong rambut (Umang adalah tukang sisir ibu, saya, Titiek dan Mamiek).”
“Apa dia bisa, motong rambut laki-laki,” bapak bertanya kurang yakin.
“Mas In (Mas Indra, suami saya) juga potong rambut sama Umang kok Pak,” saya mencoba meyakinkan bapak.

Tapi rupanya bapak tidak yakin dengan penjelasan saya. Keesokan harinya bapak memerintahkan orang belakang untuk memanggil mas Indra, suami saya.
“Bapak manggil saya.” Setelah mencium tangan bapak, mas Indra bertanya.
“Anu In, rambut bapak sudah panjang, tukang cukurmu siapa?” bapak bertanya. Pada saat itu saya juga ikut ke rumah bapak. Dalam hati bicara, “eeee… bapak nggak percaya dengan saya.”
Mas Indra langsung menjawab : “Umang pak.”
“Bisa nyukur tho dia.” Bapak bertanya sambil melirik saya dan tersenyum dikulum. Saya pura-pura nggak melihat, tapi saya tersenyum sambil mengangguk-anggukkan kepala saya, seolah-olah memberi kode, “Bener kan kata saya pak.”
“Bisa pak, saya selalu dicukur Umang pak.” Mas In meyakinkan bapak.
“Kalau begitu, besok suruh kasih tahu dia dipanggil saya,” perintah bapak.
Mas Indra langsung menjawab “Baik pak nanti saya kasih tahu dia untuk menghadap bapak.”

Dari sejak itu, bapak potong rambut dengan Umang sampai beliau wafat. Umang ikut saya sejak tahun 1975 hingga sekarang. Umang selalu ikut Bapak dan Ibu kemanapun pergi. Karena Umang juga merupakan tukang sisir Ibu.
“Yaa Allah .. satukan bapak dan ibu kami di surga MU, bersama orang-orang beriman yang meninggal sebelum kami yang ENGKAU cintai ….. cintai dan sayangi ibu bapak kami ya Robb ….. aamiin.”
Jakarta 12 Juli 2018
Pukul 5.00 usai sholat subuh
Al Fatihah, alm Bapak & ibu yg ga pencitraan ya Bu Tutut .. rindu kepemimpinan Beliau .
Terimakasih Banyak sudah berbagi cerita tentang bapak ibu soeharto, mengobati rasa kangen Kami. Al fatihah kepada orangtua mbak tutut insha’Allah beliau husnul khotimah. Aamiin
Pak harto dan bu tien org yg low profile..wktu jamannya beliau tentrem..aman..apa2 murah..Seneng baca cerita tentang pak harto n bu tien..moga amal ibadah beliau dterima Allah SWT..Aamiin..
Smilling general ku….
Alhamdulillah, terima kasih buat Kel Mbak Tutut, masih ingat dengan Pak Yos , tukang cukur Pak Harto, meski kami keluarga dari Pak Yos cuma rakyat biasa, tp perlakuan keluarga Pak Harto banyak membantu kami, terutama kami anak cucu Pak Yos dulu kalau berobat ke dokter gratis oleh dr.Dadi di cendana, Pak Harto jg yg biayai pengobatan Pak Yos di RSCM sampai meninggal, semoga amal perbuatan Pak Harto dan keluarga dibalas oleh Allah SWT, terima kasih Mbak Tutut