
MEMERANGI LEPROPHOBYA (3): TITIK TERANG DI SUDUT HARAPAN
Oleh: Siti Hardiyanti Rukmana
Selepas dari kunjungan ke Rumah Sakit Sitanala, di setiap kerja saya ke daerah, selalu memberikan penyuluhan pada masyarakat muda maupun tua.
Mereka sangat berterima kasih dengan adanya pogram kami. Karena yang tadinya menganggap kusta adalah penyakit keturunan dan sangat menular —bahkan sebagian masyarakat menganggap ini sebagai penyakit kutukan— menjadi terbuka mata hatinya. Mereka menjadi antusias ingin membantu penyandang kusta semampu mungkin.
Baca juga: MEMERANGI LEPROPHOBYA (1): MENEPIS KERAGUAN
Sayapun selalu menyempatkan diri untuk bertemu langsung dengan para mantan penyandang kusta. Kami makan bersama dan bersilaturahmi. Bahagia tak dapat ditepis dari wajah mereka.
Namun di antara yang baik, ada juga beberapa kisah yang perlu kita ketahui. Pada saat kami berkunjung ke Makassar, di dalam seminar tentang kusta, ada sekelompok Pemuda Islam yang bertanya dengan keras kepada saya:
“Mbak Tutut sekarang menangani kusta. Padahal di dalam hadist disebutkan, bahwa kalau kamu melihat lepra larilah sekencang-kencangnya seperti kalau kamu melihat macan. Apakah mbak Tutut sekarang tidak bertentangan dengan agama. Berarti kan tidak mengindahkan larangan agama. Mohon jawaban.”
Selama dia bertanya, dalam hati saya berdoa, ya Allah beri saya kemampuan untuk menjawab yang benar.
“Satu pertanyaan yang sungguh sangat bagus, dan saya tidak akan menentang hadist itu, saya mendukung sepenuhnya,” tampak pemuda tersebut kaget dan mengernyitkan dahinya.
Saya lanjutkan menjawab : “Setuju saya, dikatakan larilah sekencang-kencangnya seperti kalau kamu melihat harimau. Kita lari mencari bala bantuan agar tidak diterkam macan tesebut, setelah mendapatkan bantuan baru kita kembali lagi untuk menangkap macan tersebut. Demikian pula dengan kusta, carilah keterangan mengenai kusta lalu bawalah obat-obatan untuk kembali membantu mereka menyembuhkan sakitnya. Jadi saya tidak merasa bertentangan dengan agama, justru agama yang mendukung saya.”
Baca juga: MEMERANGI LEPROPHOBYA (2): MENEMANI PENDERITA
Akhirnya tepuk tangan yang meriah mengiringi syukur saya pada Ilahi yang memberi saya kekuatan dan kemampuan menjawab pertanyaan tersebut. Terima kasih ya Robb…
Walaupun kemajuan sudah kami capai, namun terasa belum maksimal penyuluhan ini. Terpikir oleh saya, alangkah indah dan baiknya apabila bapak sebagai Presiden Republik Indonesia, berkenan menerima mereka.
Akhirnya saya menghadap Bapak (Presiden Soeharto).
“Bagaimana dengan sekolahmu tentang kusta dengan Prof Adiyatma wuk,” belum saya bicara bapak sudah bertanya duluan sambil tersenyum.
“Sangat luar biasa manfaatnya untuk membuka hati saya pak, bahwa ada masyarakat lain membutuhkan masyarakat lain yang lebih beruntung untuk membantu mereka. Kasihan pak melihat mereka. Dengan segala keterbatasan mereka, berjuang merajut hidup yang lebih baik pak.”
Bapak tersenyum mendengar laporan saya, dan bapak berkata :
“Alhamdulillah kamu semakin matang dalam melihat kesulitan orang lain. Manusia dikodratkan untuk saling tolong menolong. Bagi yang lebih beruntung, harus menyadari bahwa keberuntungannya itu ada bagian hak orang lain yang dititipkan Tuhan. Sisihkan dan berikan pada yang membutuhkan apapun itu bentuknya. Bisa harta benda, bisa pemikiran, bisa juga tenaga, bisa juga makanan walaupun sebungkus, bahkan bisa hanya sebuah senyuman yang bisa menyejukkan suasana. Itulah yang dinamakan Kesetiakawanan antar umat Tuhan YME.”
“Bapak, sebenarnya dalem (saya) mau mohon bapak untuk……”
“Bertemu dengan mantan penyandang kusta,” bapak memotong omongan saya.
“Kok Bapak pirso (tahu) yang dalem (saya) inginkan?” kaget saya bertanya.
“Bapak juga berniat ingin menemui mereka. Mereka bagian dari bangsa Indonesia juga. Bagian dari tanggung jawab Presiden,” kata bapak.
“Bapak nggak takut ketularan,” dengan polosnya saya bertanya.
Dengan senyum khasnya bapak menjawab : “Kamu saja berani, masak bapak takut nduuk,”.
“Bapak kan seorang Presiden, banyak protokulernya,” saya membantah.
“Siapa yang berani menghalangi Presiden bertemu dengan rakyatnya, apalagi rakyatnya sedang membutuhkan bantuan Presidennya,” kata bapak.
Tertegun saya mendengar jawaban bapak. Tanpa saya sadari saya bergumam : “Bapakku memang oye.”
Tersenyum bapak mendengar ocehan saya : “Kamu bilang ke ajudan untuk mengatur pertemuan bapak dengan mereka, dan bapak akan menemui mereka di Bina Graha,”.
Di hari yang telah ditentukan, kami menuju Bina Graha, diantar Menkes Prof Dr. Adiyatma untuk bertemu dengan bapak Presiden Republik Indonesia. Nampak wajah gembira, bangga dan takjub dari para mantan penyandang kusta, karena tidak pernah terbayangkan mereka terpilih mewakili teman-teman nya untuk menemui Presiden mereka.

Saat bapak bersalaman terlihat kegembiraan terpancar menerima mereka, seolah mengatakan, jangan takut kalian semua, ada aku disini.
Baca juga: PRESIDEN TERIMA PENDERITA KUSTA

Berikut foto-foto ketika Bapak menerima penyandang penderita kusta:






Semenjak pertemuan kami dengan bapak Presiden RI, masyarakat Indonesia semakin terbuka hatinya utuk memahami kehidupan masyarakat penderita kusta. Bapak Presiden saja berani, bersalaman.

Bapak, karena bimbingan bapak saya berani menerima ajakan jajaran Direksi Rumah Sakit Sitanala untuk memerangi Leprophobya, dan menyapa mereka yang terkena kusta.
Bapak, aku bangga padamu, karena kepedulian bapak kepada rakyatnya, bersedia bertemu dan bersalaman sekaligus bersilaturahmi dengan mantan penyandang kusta. Bapak adalah Presiden pertama di Dunia yang berjabat tangan dengan mantan penyandang kusta.
Doa kami selalu menyertai Bapak dan Ibu.
We love both of you ……….
Ya ALLAH, satukan bapak dan ibu kami di sorga MU … aamiin.
Jakarta 23 Juni 2018
Menjelang Subuh pukul 03.00 WIB
———————–
Catatan: Pada saat mendampingi penderita kusta, saya menulis sajak “MEROBEK SILAM YANG KELAM“
Saya juga sangat bangga dengan bapak Soeharto. Sangat banyak jasa beliau untuk bangsa dan seluruh masyarakat Indonesia. Dan tidak kalah bangganya saya untuk semua tindakan nyata yang sudah bunda Tutut perbuat. Semoga Allah membalas semua kebaikan bunda dan alm. Bapak Soeharto. Aamiin
I love you bapak pembangunan Indonesia