
Sahabat,
Usai pelaksanaan tiang pancang pertama, dikatakan, menandai proyek North South Link mulai dikerjakan. Namun apa yang terjadi pada saat itu, kami belum punya dana di tangan.
Perjanjian kredit yang kami ajukan, belum memperoleh persetujuan dari sindikasi tiga bank. Mungkin ada yang bertanya, bukankah waktu itu sudah setuju untuk membiayai?. Betul, namun proyek ini:
- Proyek yang membutuhkan biaya sangat besar.
- Belum pernah dikerjakan oleh swasta sebelumnya.
- Karena proyek ini dilaksanakan oleh swasta, tidak ada jaminan dari pemerintah dalam masalah peminjaman kredit.
- Sehingga pihak bank, merasa perlu memverifikasi usulan kredit, untuk mengetahui, apakah proyek ini merupakan investasi aman.
- Lalu, proyek ini dikerjakan sebagian besar oleh anak-anak muda, yang belum banyak pengalaman di bidang konstruksi, diragukan kemampuannya.
- Verifikasi ini berjalan berbulan-bulan. Dan kemungkinan untuk tidak disetujui, bisa terjadi.
Ada pihak swasta lain yang mendatangi saya, bahkan pemerintah sendiri, menganjurkan, untuk men-subkontrak-kan ke kontraktor asing. Ada yang mengusulkan pula dilakukan dengan sistem Turn Key Projeck, jadi mbak Tutut tinggal enak tidur, dapat keuntungan. Mereka katakan tidak akan mungkin anak Indonesia mengerjakannya tanpa bantuan kontraktor asing. Bahkan ada yang menyampaikan, tidak mungkin dapat menyelesaikan proyek tersebut dalam waktu tiga tahun. Terasa bergolak darah saya mendengar semua itu.
Lalu saya teringat pesan bapak, yang sering kali beliau ucapkan: “Ketahuilah wuk, Pemimpin yang masih disibuki intrik, tidak akan punya cukup waktu untuk mengerjakan hal hal yang seharusnya dilakukan oleh seorang pemimpin. Jadi, kalau kamu tidak dapat menyingkirkan intrik-intrik yang tidak berarti tersebut, maka itu akan menjadi kelemahan kamu. Jangan berharap kamu sukses memimpin.”
Alhamdulillah, nasehat bapak dan ibu selalu melekat di hati. Siaaap bapak laksanakan …. Intrik intrik … EGP deh.
Sahabat,
Saat-saat itu semua serba menegangkan. Suatu hari, saya dipanggil Menteri PU. Beliau mengatakan agar proposal yang kami ajukan, yang terdiri dari enam ruas jalan, tiga lajur sebelah kiri dan tiga lajur sebelah kanan, agar diubah, menjadi empat lajur saja. Alasan beliau adalah, karena proyek itu menjadi terlalu mahal dengan enam lajur jalan, sedangkan uangnya pun belum didapat.
Saya membantah langsung: “Bapak maaf, saya tidak setuju dengan arahan bapak. Jalan tol Cawang Tanjung Priok ini dibangun dengan sistem elevated road, mungkin sekarang belum terlalu dibutuhkan dengan enam lajur jalan. Akan tetapi, saya mempunyai keyakinan, bahwa jumlah pengguna jalan semakin banyak. Pada saat dibutuhkan kita harus menambah dua jalur lagi. Hanya bapak, karena ini jalan layang, penambahannya pun harus jalan layang. Saya yakin cost-nya akan jauh lebih mahal, karena bahan baku konstruksi pasti semakin mahal.” Dengan hati-hati saya menjelaskan “Jadi bapak Menteri, dengan segala hormat saya menolak untuk mengubah design kami. Biarkan kami mencoba mencari dananya pak.”
Akhirnya argumentasi saya diterima, dengan catatan segera mencari pendanaannya, supaya pembangunannya tidak tersendat-sendat.
Dana Segar yang Kami Butuhkan
Dulu saya kira, dengan masuknya sindikasi Bank ke dalam konsorsium, akan mempermudah turunnya pinjaman. Ternyata tidak demikian. Bank juga bertanggung jawab kepada para nasabahnya, jangan sampai uang yang dititipkan di dalam bank tersebut hilang.
Menunggu persetujuan bank, belum dapat dipastikan, karenanya kami mengajukan bridging finance, yang akhirnya disetujui oleh sindikasi bank, sejumlah Rp20 milyar. Tapi uang sebesar itu segera terpakai dan habis sudah.
Sungguh berat cobaan yang kami hadapi. Tapi kami harus tetap tegar. Sementara banyak pihak semakin nyinyir terhadap kami. ada yang berkata, ”Tentu saja dia anak Presiden. Pastilah dimenangkan.” Sakit mendengar tuduhan tersebut. Tapi saya tidak boleh terganggu oleh intrik-intrik yang menyesatkan.
Tuturan saya di atas, menggambarkan, bahwa sekalipun saya ini anak Presiden di kala itu, kami tetap mendapat perlakuan sama. Tidak serta merta, karena, anak Presiden, lalu uang cepat diberikan.
Sahabat,
Dalam keadaan terimpit, saya ingat pesan bapak, jangan panik, tenang, sabar, dan mintalah petunjuk pada Tuhan. Di saat tahajud, saya memohon petunjuk-Nya, apa yang harus saya dan konsorsium lakukan untuk menyelesaikan proyek ini, tanpa melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.
Alhamdulillah, saya menemukan jalan keluar. Ada peluang untuk pinjaman lunak yang insya Allah bisa saya peroleh dari satu sumber di luar negeri, yang saya yakin tidak akan ada persyaratan yang memberatkan. Maka saya bersiap-siap untuk berangkat dan mengajukan presentasi proyek. Rupanya bapak mencium gelagat ini, dan beliau memanggil saya, menanyakan kebenarannya.
Saya jawab: “Betul bapak”
Bapak pun berkata: “Baik, pergilah. Tapi awas, jangan bawa-bawa nama Negara, sekalipun kamu anak saya.”
Pesan itu saya pegang teguh. Berbekal keyakinan, bahwa Tuhan selalu bersama kami, dengan membawa bendera swasta, berangkatlah kami.
Allah selalu akan melindungi dan membimbing umatnya, bila bertujuan baik. Beberapa hari sepulang kami, datanglah kabar gembira yang kami nantikan. Permohonan kami disetujui dan segera disalurkan melalui bank Internasional. Sujud syukur kami lakukan.
Terima kasih Tuhan.
Langkah kami semakin pasti, gagah dan tegar, keyakinan kami semakin kokoh, kebersamaan kami semakin erat, dalam mengedepankan perjuangan anak bangsa.
Jakarta 18 September 2018