Sahabat,
Bisa sahabat bayangkan bagaimana perasaan saya saat itu. Betul, marah, kesal, bingung, sebel, dan masih banyak lagi perasaan yang buruk bermain di hati. Bohong besar kalau saya katakan pada saat itu saya merasa tenang menghadapinya. Kenapa ini terjadi justru di saat-saat akan menyerahkan usulan proyek untuk tender.
Baca Juga: Jalan Tol II: Terlalu Menarik Untuk Diabaikan
Kemana harus saya cari dana tersebut. Kalau saya pinjam uang dari Bank dalam negeri, biasanya harus dikembalikan dalam jangka waktu, delapan hingga 10 tahun. Sedangkan pembangunan jalan toll, melibatkan risiko yang besar dan merupakan investasi jangka panjang, karena ROI (Return of investment) yang juga panjang, penghitungan masa pengembaliannya 15 tahun. Dan Bank di Indonesia, tidak akan mampu mendanai mega proyek tersebut, sendiri.
Sedangkan kalau saya memakai pinjaman Bank luar negeri, selunak-lunaknya pinjaman luar negeri, akan menjadi berat kalau memperhitungkan kemungkinan devaluasi rupiah, dan biasanya, mereka memberi persyaratan,
- harus memakai bahan baku, dari Negara pendana, sehingga akan membebani biaya proyek, karena tambahan biaya pengiriman. Sedangkan kami sudah memutuskan untuk memakai semua produk Indonesia.
- harus memakai kontraktor asing padahal kami telah bertekad memakai kontraktor Indonesia.
Pada saat begini, teringat saya dengan pesan bapak, “Apabila kamu merasa yakin dapat mengerjakannya, ya lakukan saja, kerjakan dengan segala resiko yang kamu hadapi.”
Siaaap bapak ….. akan saya hadapi semua resiko. Dan saya harus sabar, sholat dan tenang menghadapinya, sebagaimana pesan bapak juga, agar saya dapat memutuskan sesuatu dengan benar dan baik.

Di tengah malam, dalam sholat tahajutku yang Alhamdulillah saya lakukan tiap malam, saya memohon petunjuk pada Illahi, apa yang harus saya lakukan.
Pagi harinya, tiba-tiba terlintas di benak saya, kenapa tidak memakai sindikasi Bank dalam negeri, dan harus Bank-bank yang besar. Terima kasih ya Allah atas petunjuk-Mu……
Segera saya berangkat, ke tiga Bank yang menjadi pilihan saya, yaitu Bank Dagang Negara, Bank Bumi Daya dan Bank Rakyat Indonesia. Saya menghadap Direktur Utamanya, saya jelaskan masalah yang saya hadapi. Di luar dugaan saya, ke tiga Bank tersebut siap ikut dalam kredit sindikasi antara ke tiga Bank tersebut. Subhannallah, Tuhan selalu menyertai perjuangan kami, dalam membuktikan bahwa kaum muda Indonesia mampu melaksanakan proyek-proyek besar, bila diberi kesempatan.
Saya kembali ke kantor dengan perasaan lega. Kini giliran konsorsium untuk melakukan perhitungan ulang secara marathon dan tak kenal lelah, karena batas waktu penyerahan tender tinggal dua hari. Semangat mereka tergugah mendengar saya berhasil mendapatkan pendana yang baru. Bambang Soeroso, selaku koordinator, mengkonsinyir semua staf inti, yang terdiri dari berbagai disiplin ilmu, untuk menyelesaikan tugas mereka hingga tuntas.
Berita gagalnya konsorsium memperoleh pembiayaan dari Taspen, disambut gembira oleh para pesaing kami, yang dari luar negeri. Mereka menganggap, konsorsium tidak akan mampu menyerahkan dokumen tender tanpa dukungan Taspen. Jadi mereka telah mencoret kami dari daftar pesaing mereka.
Baca juga: Jalan Tol I: Saya Memilih Bersama Kaum Muda
Akhirnya, berkat doa keluarga kita masing-masing dan karena ridho Allah SWT, tim konsorsium dapat menyelesaikan perbaruan usulan proyek, tepat di hari terakhir batas penyerahan.
Saya ingat betul, hari itu hari jumat. Saya ditemani beberapa staf konsorsium bersiap-siap berangkat untuk menyerahkan proposal kami. Pada saat kami akan berangkat, tiba tiba bapak datang ke rumah saya, yang biasanya merupakan kebiasaan bapak menjenguk putra-putrinya. Antara gembira karena kehadiran bapak, tapi juga bingung karena dikejar waktu penyerahan.
Bapak selalu tahu kalau saya sedang galau ataupun bingung.
Bapak bertanya pada saya : “ Kamu mau pergi wuk.”
“Iya bapak, ini batas waktu penyerahan usulan proyek jalan toll Cawang Priok.” Saya mencoba menjelaskan
Sebelum saya menjelaskan lagi, bapak langsung berkata, “ Ya sudah, segera kamu pergi, jangan sampai terlambat.”
“Bapak dengan siapa nanti.” Saya menjawab cepat.
“Sudah kamu berangkat sekarang, jangan pikirkan bapak. Bapak banyak yang nemanin. Pikirkan perjuangan kalian.”
Haru saya mendengar ucapan bapak saat itu. Saya cium tangan bapak : “ Nyuwun pangestu bapak (mohon doa restu bapak).”
Bapak memeluk saya kemudian menjenggung dahi saya sambil berkata : “ Pergilah segera, jangan sampai terlambat, bapak doakan untuk kalian semua. Perjuangkan harapanmu dan kawan-kawanmu.”
Sekali lagi saya cium tangan bapak, dan langsung menuju garasi, tanpa aku sadari bapak mengikuti saya ke garasi. Beliau mengantarkan kami sampai garasi. Air mata harupun tak dapat saya bendung. Jaga bapak ibuku ya Allah.
Para pesaing kami terhenyak kaget, saat melihat kami, menyerahkan dokumen penawaran kami tepat sebelum sholat jum’at. Alhamdulillah.
Menunggu hasil pemeriksaan seluruh dokumen peserta tender, merupakan hari yang mendebarkan. Akhirnya datang berita yang kami tunggu.
Alhamdulillah, kami memenangkan tender tersebut. Sujud syukur saya lakukan. Karena ridho dan izin-Nya, kami dapat memenangkan tender yang kami laksanakan dengan pengalaman terbatas, namun dengan etos kerja yang tinggi dan kebersamaan, saling percaya, dislipin, kemauan dan keyakinan yang kuat.
Awal dari sebuah perjuangan.