Catatan Mbak Tutut – Tutut Soeharto https://www.tututsoeharto.id Menemani Perjuangan Pemuda dan Rakyat Indonesia Sun, 07 Jun 2020 04:51:26 +0000 id-ID hourly 1 https://wordpress.org/?v=5.5.3 151622466 BERSYUKURLAH KITA MASIH DI UJI ALLAH https://www.tututsoeharto.id/bersyukurlah-kita-masih-di-uji-allah/ https://www.tututsoeharto.id/bersyukurlah-kita-masih-di-uji-allah/#respond Sun, 07 Jun 2020 04:24:22 +0000 https://www.tututsoeharto.id/?p=731 “Bersyukurlah kita masih diuji Allah, artinya, kita diberi kesempatan untuk menjadi lebih baik kalau kita dapat melewati semua ujian dengan baik, dan itu menunjukkan bahwa Allah menyayangi kita.”]]>

Masih pada tahun 1998. Pada saat itu bapak sudah memutuskan untuk berhenti menjadi Presiden RI, setelah adanya desakan sebagian masyarakat dan mahasiswa. Lalu mulai muncullah hujatan, cacian, makian, dan beragam tuduhan ditujukan pada bapak dan keluarga. Berat rasanya bagi saya dan adik-adik menerima semua tekanan ini. Walau bapak selalu mengingatkan agar kami sabar dan jangan dendam.

Pada saat itu keadaan sangat mencekam. Begitu banyak orang turun ke jalan (ukuran kala itu) untuk melakukan demo. Situasi tidak terkontrol lagi. Penjarahan di mana-mana. Berhari-hari hal ini berlangsung.

Karena begitu rusuhnya situasi pada saat itu, untuk keselamatan bapak, bapak diminta oleh sejumlah pihak meninggalkan kediaman Cendana, mengungsi. Bahkan ada beberapa presiden menawarkan bapak untuk datang ke negaranya dan beliau-beliau siap melindungi bapak.

“Saya tidak akan pergi ke mana-mana. Ini rumah saya. Saya akan tetap disini. Sampaiken terima kasih saya pada sahabat-sahabat saya dari negara-begara lain. Tapi maaf, saya tidak akan meninggalken Indonesia. Saya lahir di Indonesia. Seandainya saya harus mati, saya akan mati di Indonesia, negeri dimana saya dilahirken.” Mendengar jawaban bapak, rasa bangga dan haru, tak dapat dibendung. Bapakku seorang negarawan dan ksatria. Tidak akan “tinggal glanggang colong playu” (lari dari masalah atau lari meninggalkan tanggung jawab).

Ketika ditanyakan, apakah bapak tidak takut menghadapi situasi sedemikian brutalnya kala itu?

“Kenapa saya harus takut? Saya tidak bersalah. Saya sudah melakuken tugas saya dengan sebaik kemampuan yang saya punya. Saya meyakini, bahwa yang turun ke jalan, hanya terhasut oleh kelompok yang menginginken Indonesia hancur. Semoga Allah mengampuni mereka, dan segera menyadarken mereka, karena masyarakat kecil yang akhirnya akan lebih menderita. Kami hanya berlindung pada Allah Yang Maha Agung.”

Itulah jawaban bapak. Bangganya hati ini, mendengar jawaban bapak. Alhamdulillah. Itulah prinsip bapak, dalam menghadapi situasi banyak tekanan opini yang kurang menguntungkan itu.

Setelah bapak berhenti dari presiden, pengawalan yang tadinya diberikan dari ABRI untuk Presiden dan mantan Presiden, dari Negara, dicabut oleh keputusan Presiden Habibie. Digantikan oleh Polisi.

Sejujurnya saat itu, rumah kami hanya dijaga oleh SATPAM dan beberapa anggota ABRI yang mengajukan pensiun dini, karena akan tetap menjaga bapak sampai mati. Kebesaran Allah yang menyelamatkan kami dari situasi yang terpuruk saat itu, dan karena keyakinan bapak, hanya berlindung pada Allah Yang Maha Agung.

Bila ditanyakan pada saya dan adik-adik, apakah saat itu kami merasa takut? Tentu tidak. Kami di kawasan Jalan Cendana tidak sedikitpun ada rasa takut.

Hanya saja, dan tentu saja itu manusiawi, ada yang mengguncang hati pada saat itu. Ada rasa marah dan kecewa, kepada sekelompok masyarakat dan sekelompok mahasiswa, yang menghujat dan menuduh bapak berbuat buruk terhadap bangsa dan negara Indonesia. Kami merasa tidak terima terhadap apa yang mereka tuduhkan kepada bapak, karena kami tahu sebagian besar hidup bapak, diabdikan untuk kejayaan Bangsa dan Negara Indonesia. Sejak Indonesia lahir melalui serangkaian perjuangan melawan penjajah hingga proses membangun bangsa dengan tantangan yang tidak sederhana.

Yang lebih menyakitkan, sekelompok pembantu bapak pada saat bapak menjadi presiden, melakukan tindakan yang sangat tidak etis, yaitu akan mengundurkan diri dari jabatan Menteri kalau bapak tetap jadi Presiden. Mungkin mereka berfikir, mereka akan bisa menguasai Indonesia, setelah bapak tidak jadi Presiden.

Tentu perasaan-perasaan seperti itu yang muncul. Kalau soal rasa takut, tidak ada sama sekali. Karena itu tadi, kami tidak bersalah.

Bapak menasehati kami untuk tetap sabar dan jangan dendam. Menurut bapak dendam tidak menyelesaikan masalah dan malah akan semakin banyak korban berjatuhan. Bapak berpesan pada kami, jangan biarkan rakyat menjadi korban hanya untuk mempertahankan kedudukan bapak jadi Presiden. Walau diberikan nasehat itu, tentu emosi kami tetap tersulut dengan hujatan-hujatan tak berdasar itu. Berat rasanya hati ini menerima tekanan saat itu yang ditujukan pada bapak. Karena kami tahu keseharian bapak. Tuduhan dan perlakuan terhadap Bapak, sudah melampaui batas.

Kadang terlayang untuk mengadu kepada-NYA, “Ya Allah, ketika kami merasa lemah, Engkau hadir untuk memberi kekuatan pada kami. Tapi, ketika kami merasa sudah semakin bertaqwa, Engkau pun hadir untuk menguji kami.”

Karena situasi yang membebani pikir saat itu, saya memberanikan diri bertanya pada bapak : “Pak, boleh saya menanyakan sesuatu yang mengganggu hati saya saat ini?”

Ono opo (ada apa)?” bapak bertanya.

“Selama ini saya merasa, kita semua sudah taat pada NYA. Tapi kenapa, Allah masih menguji kita begitu beratnya?”, keluh saya.

Sangat bijaksana dan dalam jawaban bapak : “Allah sedang menguji kesabaran kita, mampukah kita menerima ujian yang Allah beriken, atau kita akan menyerah dalam setiap peristiwa yang Allah beriken, terpasrah patah tanpa iman.” Bapak berhenti sejenak lalu menyambung kembali wejangannya, “Coba kamu pikirken wuk, kamu masuk sekolah dari kelas 0 sampai dengan universitas, pada setiap kenaikan kelas, pernah tidak kamu tidak diuji?”

“Selalu diuji pak”, jawab saya

“Apalagi ilmu Allah yang begitu tingginya. Tentu ujiannya lebih berat dan berbeda dengan ujian sekolah.” Lanjut bapak. “Tapi kalau kamu sabar, istiqomah dalam menjalanken sholat 5 waktu serta perintah-perintah Allah dan menjauhi semua larangan Allah, kamu rajin bersedekah membantu orang lain, dan kamu selalu baik dengan orang lain, insya Allah kamu akan dapet melewati semua ujian yang Allah berikan wuk .” Bapak berhenti sebentar. “Bersyukurlah kita masih diuji Allah, artinya, kita diberi kesempatan untuk menjadi lebih baik kalau kita dapat melewati semua ujian dengan baik, dan itu menunjukkan bahwa Allah menyayangi kita.”

Saya terpukau mendengarkan semua petuah orang bijak di hadapan saya. Alhamdulillah beliau bapak saya.

Bapak melanjutkan wejangan nya, “Kamu harus banyak baca Al-Qur’an wuk, tapi harus dengan artinya. Agar kamu tahu, apa yang sebenarnya Allah inginkan dari kita. Dengan mendalami isi Al-Qur’an, insya Allah kamu akan mendapat petunjuk dari Allah SWT. Aamiin. Disana kamu akan mendapatken doa-doa yang Allah ajarken untuk kita. Ya… pasti baik doa-doa tersebut, karena dari Allah.”

“Sudah jangan bersedih lagi.” Bapak berkata sambil memeluk saya, dan menjenggung (memukul sayang dengan genggaman tangan) dahi saya. Saya mencium tangan bapak. “Anak bapak harus kuat. Gusti Allah tidak sare, suatu saat nanti, bila sudah saatnya, Allah akan menunjukkan, mana yang bener dan mana yang salah. Kita hadapi semua dengan senyum, dan selalu bersandar pada ajaran NYA. Jangan lupa pesen bapak, sabar dan jangan dendam. Libatken selalu Allah dalam hidup kamu”.

“Apa saya bisa sekuat bapak?” ragu saya bertanya.

Dengan tegas bapak menjawab: “Jangan pernah kataken tidak bisa, sebelum kamu mencoba”.

Sejak saat itu, dari tahun 1998, saya mengaji dengan mendalami Al-Qur’an sampai saat ini. Alhamdulillah saya mendapatkan guru yang hafal isi Al-Qur’an, baik arab maupun terjemahannya dari adik saya, Mamiek. Dan ternyata, apa yang bapak sampaikan kepada saya, semua ada di Al-Qur’an. Subhannalloh, terima kasih ya Allah, telah memilihkan saya dan adik-adik saya terlahir dari bapak yang bernama, H. M. Soeharto bin Panjang Kertosudiro dan ibu yang bernama, Hj. Fatimah Siti Hartinah Soeharto binti H. KPH. Soemoharyomo.

Sahabat… tulisan ini saya buat, dalam rangka mengenang bapak saya, yang dilahirkan 99 tahun yang lalu, pada tanggal 8 Juni 1921. Sekelumit kenangan yang tak mungkin terlupakan. Dan selalu menjadi pegangan hidup saya agar saya tetap kuat seperti yang bapak harapkan.

Sahabat…, dengan segala tulus, terima kasih kami sampaikan, atas semua doa yang dilantunkan selama ini untuk bapak dan ibu kami. Berlipat ganda semoga Allah membalasnya. Aamiin.

Yaaa Allah yaaa Robb…, ampuni dosa-dosa bapak dan ibu kami. Limpahkan rachmat kepada bapak dan ibu kami. Hapuskan kesalahannya, lapangkan pintu baginya, maafkan kekeliruannya, terimalah seluruh amal ibadahnya. Semoga surga Engkau pilihkan tempat akhir tujuan bapak dan ibu kami… Aamiin.

Bapak Ibu…, we all love you deeply. Doa kami menyertaimu selalu.

Penghujung doa. Semoga Allah melindungi bangsa dan Negara Indonesia. Semoga kita tetap bersatu. Menurut bapak, Persatuan Bangsa menjadi Kekuatan Negara dalam menghadapi segala serangan dan ancaman dari manapun yang akan memecah belah Bangsa Indonesia.

Bersatulah wahai Bangsaku.
Jayalah Indonesiaku… Aamiin.

Jakarta, 7 Juni 2020,
Minggu Wage

Hj. Siti Hardiyanti Rukmana

]]>
https://www.tututsoeharto.id/bersyukurlah-kita-masih-di-uji-allah/feed/ 0 731
24 TAHUN YANG LALU https://www.tututsoeharto.id/24-tahun-yang-lalu/ https://www.tututsoeharto.id/24-tahun-yang-lalu/#comments Wed, 29 Apr 2020 10:17:58 +0000 https://www.tututsoeharto.id/?p=723 Lalu saya mendengar berita tersebar, bahwa ibu wafat karena tertembak oleh adik-adik saya. Saya heran, siapa manusia yang tega menyebarkan berita keji tersebut.]]>

Dua puluh empat (24) tahun yang lalu, tepatnya tanggal 28 April 1996, Ibu kami tercinta telah dipanggil Allah SWT. Pada saat itu saya sedang bertugas memimpin sidang organisasi donor darah dunia (di Prancis dan Kemudian di London). Alhamdulillah, pada saat itu saya menjabat sebagai Presiden Donor Darah Dunia.

Ibu Tien tahun 1950an

Betapa terkejut ketika saya mendengar berita ibu telah tiada. Pada saat saya berangkat, ibu masih segar bugar. Mendengar kabar lelayu (berita Ibu wafat), saya langsung kembali ke Jakarta. Itulah perjalanan paling lama yang saya rasakan selama saya bepergian.

Penerbangan yang saya dapat waktu itu SQ, dan harus berhenti si Singapore. Untuk mempercepat waktu, suami saya menjemput saya di Singapore. Kami langsung menuju ke Solo. Jenazah ibu sudah ada disana.

Setelah bertemu ibu dan bapak, kami berangkat ke makam di Giribangun. Saya menemani bapak satu mobil. Di dalam perjalanan menuju makam, dengan suara yang dalam, tiba-tiba bapak bercerita.

“Ibumu pagi itu, mengeluh”
“Bapak, aku kok susah nafas yo”
“Bapak tanya mana yang sakit bu”
Ibumu bilang “Ora ono sing loro (tidak ada yang sakit), mung susah nafas pak (hanya susah nafas pak)”

Bapak bertanya lagi, “Dadanya sakit nggak bu”
Ibumu berbisik “ Ora ono (tidak ada)”
Bapak rebahkan ibu dengan bantal yang agak tinggi, karena ibumu susah nafasnya.
Bapak panggil ajudan untuk segera menyiapkan ambulans. Ibu harus dibawa ke rumah sakit segera.

Saya mencoba bertanya ke bapak “Jadi ibu tidak mengeluh sakit sedikitpun pak?”
Bapak menjawab dengan tegas, “Tidak, ibu hanya mengatakan susah nafas.”
“Jam berapa itu pak?” saya bertanya.
“Kurang lebih jam 3” kata bapak. Berarti setelah bapak sholat tahajut.

Kemudian bapak melanjutkan ceritanya, “Di dalam perjalanan, ibumu sudah tidak sadar. Sampai di rumah sakit, semua dokter sudah berusaha untuk membantu ibumu. Tapi, Allah berkehendak lain.”

Bapak terdiam tidak bicara lagi. Sepertinya, bapak ingin mengungkapkan perasaan hati yang kehilangan ibu dengan bercerita.

Tak dapat saya bendung air mata saya.

Bapak dan ibu tak pernah berjauhan. Beliau berdua saling mencinta, saling mendukung, dan saling membantu. Begitu yang satu tidak ada lagi di kehidupan, maka akan terasa, ada sesuatu yang hilang dalam dirinya.

Lalu saya mendengar berita tersebar, bahwa ibu wafat karena tertembak oleh adik-adik saya. Saya heran, siapa manusia yang tega menyebarkan berita keji tersebut. Demi Allah, apa yang bapak ceritakan, itu yang terjadi. Tadinya saya akan diamkan saja. Tapi rasanya berita itu semakin diulang-ulang ceritanya oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab.

Sebelum Allah memanggil saya, masyarakat harus tahu kebenarannya. Dan alhamdulillah sekarang ada medsos, yang alhamdulillah, sayapun ikut aktif di sana. Siapapun yang membuat cerita itu, dan siapapun yang ikut menyebarkan, kami serahkan pada Allah untuk menilainya. Karena kami meyakini, bahwa Allah adalah Hakim Yang Maha Adil.

Sahabat…, terima kasih yang tulus kami sampaikan, atas doa yang selalu dilantunkan untuk Ibu dan Bapak kami tercinta. Semoga Allah SWT, membalas dengan berlipat ganda… Aamiin.

Terima kasih kami haturkan ya Allah, telah memilihkan kami terlahir dari seorang ibu yang baik, bijaksana, hormat pada orang tua dan suami dan sesepuh, penuh kasih sayang, peduli pada yang berkekurangan, membantu yang membutuhkan, memberi pada yang tidak berkecukupan.

Ya Allah ampuni dosa ibuku…
Maafkan segala kesalahannya…
Terimalah semua amal ibadahnya…
Tempatkan ibuku di sorga-Mu yang terindah, bersama Bapak dan bersama orang-orang yang datang sebelum kami, yang beriman dan Engkau sayangi.

Ibu… tenanglah di atas sana…
Doa kami selalu menyertaimu…
We love you always ibu…

Jakarta 29 April 2020
Hj Siti Hardiyanti Rukmana

]]>
https://www.tututsoeharto.id/24-tahun-yang-lalu/feed/ 45 723
MASUKKAN BENANG KE LOBANG JARUM https://www.tututsoeharto.id/masukkan-benang-ke-lobang-jarum/ https://www.tututsoeharto.id/masukkan-benang-ke-lobang-jarum/#respond Sun, 15 Mar 2020 11:51:40 +0000 https://www.tututsoeharto.id/?p=714 Akhirnya ibu dengan sangat hati-hati dan sabar, ngajari kamu memasukkan jarum… he he. Waktu kamu bisa memasukkan benang ke jarum, kamu senang sekali, teriak-teriak, horeee... aku biso… aku biso… aku biso.]]>

Sore itu, bapak dan ibu sedang duduk santai, sambil ngunjuk (minum) teh dan dahar (makan) singkong, jagung serta kacang rebus kesukaan bapak. Saya nggak mau ketinggalan dong, ikut bergabung disitu. Lalu ibu melihat saya, langsung bercerita pada saya.

Acara adang (memasak nasi) sepisanan (yang pertama) dalam pernikahan saya di tahun 1972

“Wuk, dulu sewaktu kamu masih kecil, bapak ibu tinggal di Solo saat itu” ibu berhenti sejenak, “Bapak dan ibu sering berkumpul dengan kawan-kawan, dan selalu mengadakan lomba-lomba antara bapak, ibu dan kawan-kawan, maupun antara putra putri kami.”

Lajeng kadospundi (terus bagaimana) bu?”

“Para Ibu, bersepakat untuk mengadakan lomba memasukkan benang ke dalam jarum bagi putri-putrinya. Karena pesertanya lumayan banyak, jadi dibagi menjadi beberapa grup.” Termangu saya mendengarkan. “Saat itu kamu masih kelas nol, dan kamu diikutsertakan bapak dalam lomba tersebut,” ibu tersenyum, lalu melanjutkan “Kebetulan kamu paling kecil dalam grup kamu. Tapi bapak bersikeras kamu tetap mengikuti lomba tersebut.”

“Biar Tutut cari pengalaman bu.” Ngendikane (katanya) bapak.

“Bapak itu wuk sepanjang lomba, terus mbisiki di sebelahmu”

“Liat jarumnya… masukkan benangnya ke lubang jarum wuk,” kata bapak “Itu lubangnya di ujung jarum,” bapak tetap membimbing kamu. “Ayo cepat wuk, ojo kuwalik nyekele (jangan terbalik megangnya). Iya dibalik pegangnya. Hati-hati wuk. Awas jangan tertusuk. Terus dicoba, jangan nyerah wuk,” bapak mendengar cerita ibu jadi tertawa geli.

“Teman-teman bapakmu pada ngguyu kabeh ndelok (tertawa semua melihat) tingkahnya bapak. Tapi bapak nggak perduli, bengok-bengok (teriak-teriak) terus ngajarin kamu.”

Foto keluarga tahun 1974

Dalem (saya) berhasil nggak bu?” penasaran saya bertanya.

Nyekel dom wae ora nate (pegang jarum saja tidak pernah), opo meneh nglebokke (apa lagi masukkan) benang. Yo adoh soko iso wuuuk (ya jauh dari bisa nak).” Ibu menjelaskan “Sakjane (sebetulnya), ibu kasian lihat kamu ketuwal, ketuwil pegang benang dan ngliatin jarum sambil jalan menuju finish. Tapi ndelok (melihat) semangatmu tanpa nyerah, ibu jadi bangga, biar kalah juga.” Ibu tersenyum.

“Bapak agak kecewa saat itu kenapa kamu tidak bisa melakukan pekerjaan wanita tersebut. Bapak lupa kamu masih kecil, dan lawan-lawanmu, ibunya banyak yang menjadi tukang jahit.Tapi bagi bapak itu bukan alasan. Sesampai di rumah, bapak meminta ibu beli jarum dan benang.”

Sahabat tahu untuk apa?

“Bu, mulai sekarang ajarin Tutut masukkan benang ke jarum”.

“Tutut kan masih kecil pak, kalau tertusuk jarum bagaimana tho pak. Kemaren dia kalah itu karena lawannya kan ibunya penjahit pak.”

“Mereka dari kecil sudah diajari ibunya mengenal jarum dan benang. Dan mereka bisa berhati-hati memegang jarumnya. Ibu ajari Tutut berhati-hati juga memegang jarumnya, jarum barang yang tajam. Kasih sayang ibu, bisa membuat anak kita jadi tangkas sejak kecil bu.”

“Akhirnya ibu dengan sangat hati-hati dan sabar, ngajari kamu memasukkan jarum… he he. Waktu kamu bisa memasukkan benang ke jarum, kamu senang sekali, teriak-teriak, horeee… aku biso… aku biso… aku biso. Setelah kamu bisa masukkan benang berkali-kali, kamu mulai bertanya ke ibu, “Ibu, dalem sudah pinter masukkan benang ke jarum. Sekarang apa yang harus saya kerjakan? Ibu ajari dalem njahit. ”Atas permintaanmu, kemudian ibu pelan-pelan ngajari kamu menjait. Ibu memotong kain streamin putih berbentuk bujur sangkar kecil, dan ibu ajari kamu membuat sapu tangan. Alhamdulillah, walau agak kesulitan, tapi kamu semangat sekali membuatnya. Ibu lihat, kamu begitu bahagia dan bangga sekali dapat membuat sapu tangan.”

Pernikahan perak Bapak dan Ibu, 26 Desesember 1972

“Sepulang bapak dari kantor, kamu berlari menunjukkan sapu tangan buatanmu ke bapak. Melihat sapu tangan buatanmu, walau jauh dari bagus dan rapi, bapak mengangkat kamu, dan memeluk erat-erat. Dengan bangga, bapak melihat sapu tanganmu.”

“Wuah… hebat dan pinter anak bapak.” Bapak ngendiko, “Alhamdulillah yo Bu, bagus sekali sapu tangan buatan Tutut. Tapi lain kali bisa lebih rapi pinggirnya ini wuk, biar bisa bapak pakai ke kantor” … “Bapak bicara sambil melirik ibu… he he”

Mendengar cerita ibu, bapak terlihat sangat bahagia. Kebahagiaan bapak dan ibu, merupakan hadiah yang luar biasa buat saya. Alhamdulillah, kelas 4 SR (Sekolah Rakyat), sekarang SD, saya sudah bisa membuat baju sendiri.

Sahabat …

Ada hal yang istimewa yang dapat saya petik dari cerita tersebut. Bahwa tidak ada hal yang tidak bisa kita lakukan, kalau kita mendapat guru yang baik, sabar telaten dan penuh kasih sayang. Dan sebagai murid kita tidak boleh mudah putus asa, rajin belajar, dengan seksama menyimak ajaran guru.

Bapak Ibu yang kami cintai, sayangi dan banggakan. Karena Allah memberi kami orang tua sepertimu, maka kami menjadi orang yang insya Allah, walaupun mungkin hanya setitik demi setitik, tapi dapat bapak dan ibu banggakan.

Doa dan Cinta kami selalu menyertaimu… tenanglah di atas sana…

We all love you deeply.

Tempatkan Bapak dan Ibuku di sorga MU ya ILLAHI …. Aamiin.

Jakarta menjelang subuh
09 Maret 2020
Hj Siti Hardiyanti Rukmana

]]>
https://www.tututsoeharto.id/masukkan-benang-ke-lobang-jarum/feed/ 0 714
MENGENANG PERISTIWA LAMA https://www.tututsoeharto.id/mengenang-peristiwa-lama/ https://www.tututsoeharto.id/mengenang-peristiwa-lama/#comments Sat, 07 Mar 2020 11:11:09 +0000 https://www.tututsoeharto.id/?p=697 “Bapakmu itu wuk, dulu ingin anak pertamanya laki-laki.” “Jadi bapak nyesel dalem (saya) terlahir perempuan bu?” Aku bertanya agak sedikit kecewa. “Ora wuk (tidak nak), begitu kamu lahir, bapak malah sayang sekali karo kowe (dengan kamu).]]>

Sahabat, ada yang menanyakan pada saya, kok sudah lama tidak menulis lagi. Maaf karena kesibukan, baru sekarang mau mencoba lagi.

Sahabat, 71 tahun yang lalu, tepatnya, 23 januari 1949, saya dilahirkan dari seorang ayah bernama Soeharto dan Ibu bernama Siti Hartinah. Waktu itu jaman masih perang, dan bapak saya ikut di dalam peperangan mempertahankan kemerdekaan.

Pada saat ibu melahirkan saya, bapak tidak bisa mendampingi ibu. Beliau masih memimpin pertempuran di Jogja. Sebagai istri seorang prajurit, ibu tidak pernah menyesali melahirkan putra pertamanya tanpa suami mendampingi. Ibu bahkan bangga bapak tetap bertempur membela tanah airnya.

Ibu pernah bercerita pada saya: “Bapakmu itu wuk, dulu ingin anak pertamanya laki-laki.”

“Jadi bapak nyesel dalem (saya) terlahir perempuan bu?” Aku bertanya agak sedikit kecewa.

Ora wuk (tidak nak), begitu kamu lahir, bapak malah sayang sekali karo kowe (dengan kamu). Apalagi bapak baru bertemu kamu setelah kamu berusia tiga bulan. Sebelum kamu lahir, bapak terlibat dalam peperangan melawan agresi Belanda II, dan mempersiapkan serangan umum 1 Maret 1949, untuk menunjukkan pada dunia, bahwa Indonesia masih ada.

Alhamdulillah, perjuangan bapakmu dan kawan-kawannya, berhasil.” Ibu berhenti sejenak. “Sejak bapakmu bertemu kamu wuk, tidak ada yang boleh membuat kamu nangis…” lega saya mendengar cerita ibu, Alhamdulillah.

“Setiap pulang tugas, bapak selalu menggendong kamu. Saat bapak mirsani pertandingan bolapun, kamu diajak nonton bola.” Ibu bercerita sambil memandang bapak dengan senyum lesung pipitnya. Sementara bapak mendengarkan cerita ibu dengan senyum dikulum… he he.

“Waktu kamu masih kecil, saking bapak pingin kamu jadi wanita kebanggaan bapak, bapak ngendiko (menyampaikan) ke ibu. Bu, anak kita diajari masak,” ibu melanjutkan cerita sambil tertawa geli. “Mengko yen wis gede yo pak (nanti kalau sudah besar ya pak), saiki isih bayi (sekarang masih bayi)”. Bapak ikut tertawa geli mendengar cerita ibu. Terpancar kasih dan bahagia beliau berdua, mengenang peristiwa-peristiwa lama.

Bapak ibu, aku bangga dan bersyukur, terlahir dari Bapak dan Ibu. Doa kami, semoga Allah SWT, mengampuni segala dosa dan khilaf Bapak dan Ibu, diterima segala amal dan ibadah Bapak dan Ibu, dan di sorga-MU, tempatkan bapakku dan ibuku ya Allah… aamiin…

We all love you.

Jakarta, subuh usai.

21 February 2020

Siti Hardiyanti Rukmana

]]>
https://www.tututsoeharto.id/mengenang-peristiwa-lama/feed/ 13 697
DEMOKRASI MENURUT BAPAK https://www.tututsoeharto.id/demokrasi-menurut-bapak/ https://www.tututsoeharto.id/demokrasi-menurut-bapak/#comments Sat, 08 Jun 2019 14:04:35 +0000 https://www.tututsoeharto.id/?p=683 Sahabat..., di dalam mengikuti proses pemilihan umum saat ini, saya ingat kembali kata-kata bapak. Satu dari sekian kenangan indah penuh makna bersama bapak kami tercinta.]]>

Tanggal 8 Juni 1921, tepatnya pada hari ini 98 tahun yang lalu dalam kalender masehi, lahir seorang bayi laki-laki, yang diberi nama Soeharto.

Alhamdulillah beliau bapak kami.

Kami bangga terlahir dari seorang bapak yang bernama Soeharto, apapun kata orang tentang beliau.

Sahabat…, di dalam mengikuti proses pemilihan umum saat ini, saya ingat kembali kata-kata bapak. Satu dari sekian kenangan indah penuh makna bersama bapak kami tercinta.

Menurut bapak, “Pemilu, adalah tahap melaksanakan kedaulatan rakyat untuk menyalurkan aspirasi politiknya, sebagai warga Negara Indonesia, di dalam menegakkan asas berdemokrasi secara sehat”.

Pada saat saya tanyakan pada beliau : “Sebenarnya Demokrasi yang sehat itu yang bagaimana pak?”

Bapak menjelaskan, “Ngene lho wuk, ada sebagian orang salah mengartikan Demokrasi itu. Menurut mereka, demokrasi itu boleh berbuat sesuka hati. Itu bukan Demokrasi namanya, tapi pemaksaan kehendak.”

“Lalu Demokrasi yang benar yang bagaimana pak?” saya memotong penasaran.

Dengan sabar tapi tegas, bapak menjelaskan pada saya : “Yang dinamakan Demokrasi itu, bukan hanya sekedar kebebasan mengeluarkan pendapat, dan bukan pula sekedar kebebasan berbuat, DEMOKRASI YANG SEHAT MEMERLUKAN SIKAP MENTAL YANG DEWASA DAN RASA TANGGUNG JAWAB YANG BESAR, DI DALAM MENJAGA PERSATUAN DAN KESATUAN BANGSA, DEMI TETAP TEGAKNYA NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA, TANPA CAMPUR TANGAN NEGARA LAIN.”

“Kenapa tidak boleh ada campur tangan negara lain pak?” saya tanyakan tetap penasaran.

“Karena, Demokrasi kita, bukan demokrasi liberal. Bukan demokrasi negara-negara lain. Demokrasi kita adalah Demokrasi Pancasila. Semua unsur Pancasila terkandung di dalamnya. Demokrasi yang menghargai pula pendapat orang lain.”

Belajar dari nasehat Bapak itu, semoga seluruh komponen bangsa ini, dari pimpinan sampai rakyatnya, semakin dewasa dan penuh tanggung jawab, dalam mengelola NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA. Aamiin.

Bapak ketika masih relatif muda
Bapak sebagai Jenderal Besar Bintang Lima
Bapak dalam suatu acara keneragaraan
Bapak dalam suatu acara keneragaraan

“Bapak dan ibu…, doa kami selalu menyertaimu… yang terbaik kiranya selalu ALLAH berikan untuk bapak dan ibu… Aamiin… We all love you.”

Jakarta 8 Juni 2019
Siti Hardiyanti Rukmana

]]>
https://www.tututsoeharto.id/demokrasi-menurut-bapak/feed/ 5 683
Gusti Allah Kulo Nyuwon Ngapuro https://www.tututsoeharto.id/gusti-allah-kulo-nyuwon-ngapuro/ https://www.tututsoeharto.id/gusti-allah-kulo-nyuwon-ngapuro/#comments Mon, 06 May 2019 01:46:45 +0000 https://www.tututsoeharto.id/?p=674 Bapak memang seorang tentara yang senantiasa dididik keras dan laku disiplin. Namun dalam keseharian bersama putra putri dan keluarganya beliau sangat lemah lembut. ]]>

Bapak memang seorang tentara yang senantiasa dididik keras dan laku disiplin. Namun dalam keseharian bersama putra putri dan keluarganya beliau sangat lemah lembut. Tak pernah marah, membentak atau pun main tangan.

Semua nasihat, Bapak sampaikan dengan sabar, penuh welas asih dan begitu membekas di kami putra-putrinya. Saya ingat betul, ketika masih duduk di sekolah dasar di Semarang. Seingat saya sekitar tahun 1957. Sepulang dari kantor, selesai menunaikan Salat Ashar, Bapak nimbali (memanggil) kami, untuk mendengarkan cerita-cerita/nasehat-nasehatnya di teras belakang.

Waktu bapak masih dinas di Semarang itu, saya sama adik saya Sigit sering mendengarkan cerita-cerita dari Bapak. Sedangkan Bambang masih kecil waktu itu

Sambil menikmati teh racikan Ibu, kami mendengarkan cerita-cerita/nasehat Bapak itu. Di kesempatan itulah, Bapak mengajari kami nilai nilai agama dan budaya luhur nenek moyang. Yang membuat nasihatnya begitu cepat merasuk dan membekas adalah terkadang Bapak memberikan nasihatnya dengan cara nembang. Kami pun betah dan tak bosan mendengar nasihat beliau. Kami baru akan berhenti mendengar tembang dan nasihat Bapak setelah disuruh mandi karena waktu sudah hampir Magrib.

Allah Allah
Kulo Nyuwun Ngapuro
Sekatahing doso kulo
Doso ingkang alit
Kalawan ingkang Ageng

Mboten Wonten
Ingkang saget ngapuro
Liyane kang Moho Agung
Iya Iku
Allah Asmane

Terjemahan dalam Bahasa Indonesia

Allah Allah
Kami mohon ampunan
Atas semua dosa kami
Dosa yang kecil
Maupun yang besar

Tak ada yang
Memberikan ampunan
Kecuali yang Maha Agung
Iya itu
Allahu Akbar

Itulah salah satu tembang yang dinyanyikan Bapak dan diperdengarkan kepada kami. Judulnya, “Kulo Nyuwun Ngapuro (Astaghfirulloh)“. Lagu ini merupakan bentuk istighfarnya masyarakat Jawa. Sangat menyentuh ketika dinyanyikan dengan penuh perasaan.

Sewaktu Bapak sakit stroke, tiap hari ketika menunggui beliau saya nyanyikan lagu itu lirih sambil memutar tasbih. Alhamdulillah Bapak cepat merespons. Hingga akhirnya siang itu Minggu 27 Januari 2008 jam 13:30 WIB, bertepatan dengan tanggal 18 Muharram dalam kalender hijriyah, bapak kami tercinta kembali menghadap Sang Pencipta.

Bapak memang tak akan nembang lagi untuk kami. Namun tembang tembang beliau senantiasa terngiang dan selalu saya nyanyikan. Tembang “Kulo Nyuwun Ngapuro (Astaghfirulloh)” salah satu kesukaan saya. Sebagai pengingat bahwa manusia adalah tempat salah dan dosa. Namun bukan berarti tak akan diampuni, karena Allah SWT adalah maha pengampun asal umatnya mau bertaubat, meminta ampun (nyuwun ngapuro) atau istighfar.

Memasuki bulan suci Ramadhan 1440 Hijriyah ini, kami beserta keluarga memohon maaf atas segala salah dan khilaf. Selamat menunaikan Ibadah Puasa bagi yang menjalankan.

Yusuf Adiwinata 14 Jakarta, 6 Mei 2019 ( 1 Ramadhan 1440 H), menjelang sahur.

]]>
https://www.tututsoeharto.id/gusti-allah-kulo-nyuwon-ngapuro/feed/ 7 674
Sebelas Tahun yang Lalu https://www.tututsoeharto.id/sebelas-tahun-yang-lalu/ https://www.tututsoeharto.id/sebelas-tahun-yang-lalu/#comments Sun, 27 Jan 2019 05:35:05 +0000 https://www.tututsoeharto.id/?p=623 Haul Pak HartoHari ini 11 tahun yang lalu, tepatnya, tanggal 27 Januari 2008, bapak/eyang/uyut kami tercinta: Bpk H. M. Soeharto, telah meninggalkan kami, menghadap kehadirat-NYA dengan tenang.]]> Haul Pak Harto

Sahabat…

Hari ini 11 tahun yang lalu, tepatnya, tanggal 27 Januari 2008, bapak/eyang/uyut kami tercinta: Bpk H. M. Soeharto, telah meninggalkan kami, menghadap kehadirat-NYA dengan tenang.

Sesungguhnya, apa yang ALLAH kehendaki, itulah yang terjadi, tidak ada daya dan kekuatan, melainkan dengan kehendak-NYA.

Tahlil memperingati 11 tahun wafatnya Bapak di Kediaman Cendana. Tanggal 26 Januari 2019. Malam menjelang 27 Januari.

Sesungguhnya kita milik ALLAH, dan kepada-NYA kita akan kembali.

Bagi kami,
Beliau adalah orang tua bijak yang sangat kami kagumi.
Beliau adalah guru dan teladan kami, yang amat kami hormati.

Beliau adalah salah seorang yang terlibat langsung dalam mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia dan kemudian bekerja keras membangun bangsa ini.

Tahlil memperingati 11 tahun wafatnya Bapak di Kediaman Cendana. Tanggal 26 Januari 2019. Malam menjelang 27 Januari.

Hampir seluruh hidupnya, diabdikan untuk Agama, Bangsa dan Negara, dengan semangat kerja yang tak kenal lelah, tanpa pamrih, jujur, tekun, tegas, bijaksana dan disiplin, sesuai jiwa militer yang mengalir dalam darahnya sejak usia muda.

Pantang menyerah dalam memperjuangkan kesejahteraan rakyat kecil, meskipun banyak kendala yang dihadapinya.

Tahlil memperingati 11 tahun wafatnya Bapak di Kediaman Cendana. Tanggal 26 Januari 2019. Malam menjelang 27 Januari.

Namun demikian, kami menyadari, bahwa almarhum adalah manusia biasa, yang memiliki kelebihan dan kekurangan serta tidak luput dari kesalahan. Harapan kami di setiap doa, jika bapak telah melakukan kebaikan, kiranya ALLAH menambahkan kebaikannya. Dan apabila pernah berbuat salah dan dosa, kiranya ALLAH mengampuninya… Aamiin.

Sahabat, kiranya berkenan pula memaafkan segala kesalahan dan kekhilafan bapak kami tercinta.

Tahlil memperingati 11 tahun wafatnya Bapak di Kediaman Cendana. Tanggal 26 Januari 2019. Malam menjelang 27 Januari.

Dan selama ini, sejak bapak dan ibu wafat, begitu banyak doa dilantunkan untuk Almarhum Bapak maupun Almarhumah ibu. Untuk itu semua, terima kasih yang tulus dan ikhlas kami sampaikan.

Tahlil memperingati 11 tahun wafatnya Bapak di Kediaman Cendana. Tanggal 26 Januari 2019. Malam menjelang 27 Januari.

Semoga, ALLAH SWT, mengabulkan, dan membalas berlipat ganda kepada semua sahabat, atas doa yang telah dikirimkan bagi bapak dan ibu kami tercinta.

Yaaa ALLAH… tempatkan bapak dan ibu kami, di tempat yang terindah, di sorga-MU… Aamiin

Bapak Ibu, … we love you so much.

Jakarta 27 Januari 2019

Siti Hardiyanti Rukmana

]]>
https://www.tututsoeharto.id/sebelas-tahun-yang-lalu/feed/ 3 623
Libatkanlah Selalu TUHAN dalam Perjalanan Hidupmu https://www.tututsoeharto.id/libatkanlah-selalu-tuhan-dalam-perjalanan-hidupmu/ https://www.tututsoeharto.id/libatkanlah-selalu-tuhan-dalam-perjalanan-hidupmu/#comments Mon, 07 Jan 2019 02:26:55 +0000 https://www.tututsoeharto.id/?p=602 Pak Harto dan TututSuatu hari, saya bertanya pada bapak. “Bapak, kenapa saya merasa sudah berbuat benar, dan saya yakin, saya telah melakukan yang benar, tapi hasilnya di luar yang saya mau.”]]> Pak Harto dan Tutut

Suatu hari, saya bertanya pada bapak. “Bapak, kenapa saya merasa sudah berbuat benar, dan saya yakin, saya telah melakukan yang benar, tapi hasilnya di luar yang saya mau.”

Bapak menjawab dengan tegas: “ Karena, ALLAH lebih tahu apa yang sebenarnya kamu butuhkan wuk (nduk…), bukan yang kamu mau. Oleh karena itu, libatkanlah selalu TUHAN dalam perjalanan hidupmu. Jangan sekali-kali kamu meninggalkan-NYA.”

“Sendiko pak. Nyuwun sewu pak. Lalu apa yang harus saya lakukan, bila saya dihadapkan pada sebuah pilihan, yang saya pun masih ragu dalam menentukan,” tertegun saya bertanya.

Ngene wuk, kalau kamu ragu menentukan sikap, ambil air wudhu, laksanakan sholat. Setelah itu, bicaralah pada-NYA. ALLAH selalu bersama hambanya yang beriman, dan memohon pertolongan pada-NYA. Sampaikan apa yang menjadi keraguanmu. Insya ALLAH, kamu akan mendapat jawaban,” terang Bapak.

“Bagaimana saya tahu kalau saya sudah mendapat jawaban, dan itu jawaban dari ALLAH,” bertanya saya ingin tau.

“ ALLAH itu MAHA BIJAKSANA, kamu akan diberi kepekaan hati, untuk mengetahui, bahwa itu jawaban dari ALLAH. Hanya kamu dan ALLAH yang tahu. Bahkan bapak saja tidak akan tahu. Mulane wuk, bersandarlah selalu hanya pada ALLAH, agar tidak salah kamu melangkah di jalan-NYA, mendapat yang kamu butuhkan, diberi rachmad, ridho, petunjuk dan kasih sayang-NYA, dan rezeki, selalu berlimpah untukmu dan keluargamu …aamiin.”

“Aamiin ya ROBB. Matur sembah nuwun bapak.”

“Bapak Ibu sayang, tenanglah diatas sana… doa kami selalu mengiringimu … we love you always

“Yaa ALLAH, jadikan bangsa dan Negara kami, selalu penuh dengan rahmat dan ridho-MU, kasih sayang-MU, lindungan-MU, petunjuk-MU, dan rizki-MU …. Aamiin.”

Jakarta 7 Januari 2019
Selepas sholat subuh

Siti Hardiyanti Rukmana

]]>
https://www.tututsoeharto.id/libatkanlah-selalu-tuhan-dalam-perjalanan-hidupmu/feed/ 2 602
SAAT-SAAT TERAKHIR BAPAK BERSAMA KAMI https://www.tututsoeharto.id/saat-saat-terakhir-bapak-bersama-kami/ https://www.tututsoeharto.id/saat-saat-terakhir-bapak-bersama-kami/#comments Thu, 27 Sep 2018 02:01:59 +0000 http://tututsoeharto.id/?p=563 Siang itu jam 13.10 , 27 Januari 2008, bertepatan dengan tanggal 18 Muharram dalam kalender hijriyah, bapak kami tercinta kembali menghadap Sang Pencipta, sesuai keinginan bapak, dan takdir Illahi.]]>

Malam itu, tanggal 25 Januari 2008, bapak menghendaki dhahar (makan) Pizza. Kami mencari… Titiek dan Mamiek sibuk minta batuan temannya untuk mencarikan pizza sampai dapat.

Alhamdulillah masih ada yang buka. Bapak memangil kami berkumpul, untuk makan bersama Pizza tersebut. Tiba-tiba bapak menyanyikan lagu “Panjang Umurnya”. Rupanya bapak ingat, bahwa pada bulan Januari ada anaknya yang ulang tahun, yaitu saya, pada tanggal 23 Januari. Kami menemani bapak makan Pizza. Bapak dhahar satu potong pizza dengan lahap.

Alhamdulillah, malam itu Titiek membawa HP ke kamar rawat bapak. Jadi kami sempat berfoto bersama. Kami tidak pernah mengira, bahwa itu foto kami berenam terakhir dengan bapak. Bila malam itu Titiek tidak membawa HP-nya, mungkin kami tidak punya kenangan terakhir dengan bapak yang dapat kami abadikan.

Pada saat itu bapak akan sholat tahajud (yang selalu bapak lakukan setiap malam bertahun-tahun). Tapi kali ini bapak ingin tempat tidurnya diputar menghadap kiblat. Ada salah satu dokter menyampaikan kepada bapak, “Kalau sedang sakit, boleh tidak menghadap kiblat bapak.”

Bapak menjawab pelan tapi tegas: “Saya mau menghadap kiblat.”

Akhirnya, kami ikuti keinginan bapak. Suweden, salah seorang yang selalu setia menemani bapak, dibantu Sigit memutar tempat tidur menghadap kiblat. Dan bapak melakukan ibadah sholat tahajud. Subhannalloh.

Kesokan harinya (satu hari sebelum beliau wafat), tim dokter seperti biasanya, memeriksa kesehatan bapak. Selesai diperiksa, bapak memanggil saya.

“Wuk, Tutut, sini kamu deket bapak.”

“Dalem bapak. Bapak ngersaaken menopo. (menginginkan apa),” mendekat saya menjawab.

“Ora (tidak)… Bapak mau bicara. Dengarkan baik-baik,” bapak menjawab lirih.

“Ada apa tho bapak,” bingung saya menyaut.

“Bapak sudah tidak kuat lagi. Bapak ingin menyusul ibumu,” kata bapak.

“Bapak jangan ngendiko (bicara) begitu, Insya Allah bapak akan sembuh kembali,” saya menjawab mulai merinding.

“Kamu dengarkan wuk. Kamu anak bapak yang paling besar, sepeninggal bapak nanti, tetap jaga kerukunan kamu dengan adik-adikmu, cucu-cucu bapak dan saudara-saudara semua. Kerukunan itu akan membawa ketenangan dalam hubungan persaudaraan, dan akan memperkuat kehidupan keluarga. Selain itu Allah menyukai kerukunan. Ingat pesan bapak…, tetap sabar, dan jangan dendam. Allah tidak sare (tidur),” bapak memberi nasehat dengan lirih.

Saya tak dapat menahan air mata saya, tapi saya tidak mau bapak terbebani juga dengan kesedihan saya, saya sampaikan ke bapak: “Bapak jangan ngendiko (bicara) begitu.”

Bapak memegang tangan saya sambil berucap: “Jangan sedih, semua manusia pasti akan kembali kepada-Nya. Tinggal waktunya berbeda. Bapak tidak akan hidup selamanya. Kamu harus ikhlas, Insya Allah kita akan bertemu suatu saat nanti, di alam lain. Dekatlah, dan bersenderlah (bersandar) selalu kalian semua hanya kepada ALLAH. Karena hanya Dia yang pasti bisa membawa kita ke sorga. Doakan bapak dan ibumu.”

Saya terdiam takut, tak dapat menahan air mata.

Setelah istirahat sebentar, bapak melanjutkan pesannya: “Bapak bangga pada kalian semua anak-anak bapak. Selama ini menemani bapak terus. Bapak menyayangi kalian semua, tapi bapak harus kembali menghadap ILLAHI,” bapak berhenti sebentar terlihat capek, tapi saya tidak berani memotongnya, lalu bapak meneruskan lagi bicaranya.

“Teruskan apa yang sudah bapak lakukan, membantu masyarakat yang membutuhkan uluran tangan kita. Jaga baik-baik yayasan yang bapak bentuk. Manfaatkan sebanyak-banyaknya untuk membantu masyarakat,” berhenti sejenak. “Jangan kalian pakai untuk keperluan keluarga.”

Wis wuk, bapak capai, mau istirahat dulu.”

Saya peluk bapak erat, mencium tangannya, dan segera saya betulkan selimut beliau, dan bapak tidur dengan wajah yang tenang sekali. Di dalam hati, saya berdoa, “Ya ALLAAAAAH, beri saya kekuatan dan kemudahan untuk melaksanakan keinginan bapak, aamiin.”

Sejujurnya saya tidak dapat berfikir dengan jernih saat itu. Hanya doa pada Sang Khalik, untuk kesembuhan bapak kami tercinta.

Sore harinya, bapak agak drop kesehatannya, tim dokter bertanya pada bapak : “Bapak, kami akan memeriksa bapak ya.”

Bapak menjawab : “Tanyakan pada Tutut saja.”

Para dokter agak bingung lalu menyampaikan pada saya. Saya sampaikan, “Ayo saya temani periksa bapak.”

Pada malam harinya, kebetulan saya dan Mamiek jaga bapak. Bapak kelihatan drop sekali. Tapi setiap kami tanyakan, bapak ada yang sakit, bapak hanya geleng kepala.

Sampai pagi akhirnya bapak tertidur dengan tenang, subuh saya dan Mamiek mencoba tidur sebentar. Namun baru sekejap kami tidur sudah dibangunkan suster bahwa bapak kritis. Kami berdua ke kamar bapak. Bapak, ditemani Sigit, nampak tertidur dengan tenang tapi sudah tidak membuka mata. Kami putuskan memanggil semua keluarga. Sesampainya semua di rumah sakit, satu persatu saya minta semua cium tangan bapak, sambil saya dan adik-adik membimbing bapak, membisikkan di telinga bapak, untuk istighfar dan bertasbih. Salah seorang dari perawat bapak, ikut membisikkan terus khalam ILLAHI, sampai terhenti nafas bapak.

Bapak tampak tenang sekali, tidak sedikitpun raut kesakitan di wajah bapak. Saya rasa semua keluarga, sudah hadir semua, bapak semakin tenang helaan nafasnya, hanya tidak membuka mata. Kami berdoa semoga keajaiban terjadi, sehingga bapak diberi kesehatan. Saat menjelang siang, datang adik bapak, ibu Bries Soehardjo, yang baru saja menjalani operasi by pass jantung di Singapore, dan bu Bries tidak pernah diberi tahu bahwa bapak dalam keadaan kritis. Kami ajak masuk ke bapak, kami bisikkan, bahwa bu Bries sudah datang. Rupanya bapak menunggu semua keluarga berkumpul.

Siang itu jam 13.10 , 27 Januari 2008, bertepatan dengan tanggal 18 Muharram dalam kalender hijriyah, bapak kami tercinta kembali menghadap Sang Pencipta, sesuai keinginan bapak, dan takdir Illahi.

Saya tidak pernah mengira, bahwa kemarin adalah, petuah terakhir yang bapak berikan pada saya. Sesungguhnya apa yang Allah kehendaki, itulah yang akan terjadi. Tidak ada daya dan kekuatan melainkan dengan kehendak-NYA.

“Bapak, guratan cinta kami, menghantar doa kami, menyertai bapak dan ibu, semoga dimaafkan segala kesalahannya, diampuni segala dosanya, diterima semua amal ibadahnya, dimasukkan surga-NYA bersama orang-orang yang Allah cintai sebelum kami. AamiinAl Fatehah.”

“Bapak, apapun kata orang tentang bapak, di hati kami, bapak telah melakukan, dengan sepenuh keyakinan, kearifan dan keteladanan. Bapak antarkan Bangsa Indonesia, tegak berdiri sama tinggi di tengah-tengah bangsa lain, yang terlebih dahulu maju dan sejahtera. Bapak bawa bangsa ini mengenal kemakmuran, ketenangan dan kesejahteraan dengan seluruh pengabdian bapak yang tak berujung, hingga akhir hayat bapak. Allah lebih tahu yang bapak lakukan, dari pada kami yang masih hidup di dunia.“

We all love you bapak dan ibu sayang….”

Jakarta 27 September 2008

]]>
https://www.tututsoeharto.id/saat-saat-terakhir-bapak-bersama-kami/feed/ 9 563
Jalan Tol VII: Prestasi Anak Bangsa https://www.tututsoeharto.id/jalan-tol-vii-prestasi-anak-bangsa/ https://www.tututsoeharto.id/jalan-tol-vii-prestasi-anak-bangsa/#respond Thu, 20 Sep 2018 02:24:32 +0000 http://tututsoeharto.id/?p=554 Tumpengan bersama seluruh karyawan jalan tol Cawang-PriokSaya sangat beruntung, karena dikelilingi oleh, orang orang yang mempunyai kemampuan tinggi di bidangnya. Penuh dedikasi, toleransi, disiplin, mampu mendeteksi kesalahan sedini mungkin, pekerja keras, giat dan penuh tanggung jawab.]]> Tumpengan bersama seluruh karyawan jalan tol Cawang-Priok

Sahabat,
Alhamdulillah, proyek jalan layang Cawang Priok ini, akhirnya dapat kami selesaikan satu tahun lebih cepat dari waktu yang diberikan pemerintah kepada kami. Dengan percepatan waktu tersebut, kami dapat menghemat pula biaya proyek jauh lebih rendah dari yang telah kami ajukan.

Mungkin perlu saya tuliskan sekali lagi. Proyek Pembangunan Cawang Priok ini, melibatkan lebih dari 2.000 orang. Yang terdiri dari :

  • 5 persen Sarjana
  • 20 persen Sarjana Muda
  • Selebihnya, tenaga terampil dan setengah terampil.
  • 95 persen berusia di bawah 40 tahun dengan asistensi dan konsultasi Para Pakar Senior Konstruksi

Bapak mengajarkan pada saya, bahwa, “Dalam setiap membangun karya, apapun bentuknya, salah satu syarat utama adalah membangun kesadaran dan kemampuan masyarakat yang terlibat dalam seluruh proses pembangunan tersebut.” Alhamdulillah, kami mempunyai orang tua, yang selalu membimbing kami dengan memberikan nasehat-nasehat dalam kami melangkah di kehidupan dunia dan tujuan akhir akhirat.

Pak Ir Rake … mendapat penghargaan dari PT CMNP atas keberhasilannya dalam menemukan teknik sosrobahu

Saya sangat beruntung, karena dikelilingi oleh orang-orang yang mempunyai kemampuan tinggi di bidangnya. Penuh dedikasi, toleransi, disiplin, mampu mendeteksi kesalahan sedini mungkin, pekerja keras, giat dan penuh tanggung jawab.

Sahabat,
Dengan selesainya jalan layang Cawang Priok ini, menunjukkan :

  • Proyek ini tidak hanya menghasilkan sepenggal jalan modern yang menggantung di atas tanah, tetapi juga mengembangkan sikap baru bagi bangsa Indonesia. Bahwa tidak ada istilah “tidak mungkin” atau “sulit” dalam menyelesaikan tugas besar. Karena semua masalah dapat diselesaikan dan dipecahkan dengan asas gotong royong.
  • Terbentuknya sikap baru, kami bisa… kami bisa… kami bisa.
    Proyek ini tidak kami selesaikan secara magic. Tapi kami bekerja dengan kesungguhan niat dan keyakinan bahwa, kami bisa. Kami bekerja dengan giat, dengan tekun, disiplin tinggi, dengan keringat, dengan air mata, dalam sebuah jaringan kerja dan Network Plan yang disusun secara cermat dalam asas kegotong-royongan dan kesetiakawanan.
  • Kita coret sifat pesimis, dan tidak percaya diri. Yang ada sifat optimis dengan penuh rasa tanggung jawab dibarengi perhitungan yang tepat dan benar.
  • Membuktikan, generasi muda bangsa, bila diberi kepercayaan, akan mampu menjunjung tinggi kepercayaan tersebut, dengan menyelesaikan tugas nya sebaik-baiknya.
  • Bahwa kontraktor Indonesia mampu melaksanakan pekerjaan yang semula diragukan kemampuannya. Tidak ada lagi alasan untuk tidak memberikan pekerjaan lebih banyak lagi kepada kontraktor Nasional.
  • Setelah kami dapat menyelesaikan proyek jalan layang Cawang Priok ini, Alhamdulillah, kemampuan kami sebagai Anak Bangsa dalam bidang konstruksi, diakui di luar negri, kami memenangkan tender pembuatan jalan toll, di Malaysia (at grade) dan Philiphina (elevated road / jalan layang dan kami menggunakan Sosrobahu). Pada saat itu, Presiden Ramos dalam salah satu pidato kenegaraan beliau, menyatakan, bahwa, pemuda-pemuda Philiphina kalau akan belajar teknik konstruksi, belajarlah ke Indonesia.

Menyikapi nasehat bapak bahwa, “manusia itu bukan robot”, maka kami memberikan apresiasi, kepada seluruh yang terlibat aktif dalam pembangunan jalan layang Cawang Priok ini, dengan membangun sebuah Monumen pada saat akhir proyek, dengan mencantumkan seluruh personel dari tingkat atas, komisaris dewan direksi, sampai ke abang-abang pekerja bangunan.

Di tugu ini kami tulis seluruh yang terkait dengan pembangunan tol Cawang-Priok. Dari yang paling atas sampai abang-abang bangunan

Kenapa kok abang-abang pekerja bangunan juga dimasukkan. Kami mempunyai keyakinan, bahwa mereka adalah ujung tombak dari proyek ini. Tanpa kesungguhan mereka bekerja, tak ada gunanya 100 ataupun 200 insinyur yang baik dalam proyek ini.

Sahabat,
Apa yang saya tuliskan di atas dan sebelumnya, bukanlah untuk menyombongkan diri, namun sekedar coretan kata dan ungkapan rasa, agar pengalaman yang kami hadapi, dapat menginspirasi generasi muda Indonesia, untuk selalu bersikap optimis.

Izinkan saya menyapa mereka sahabat.
Anak-anak ku generasi penerus bangsa, dimanapun ananda berada. Kalian yang akan menerima tongkat estafet kepemimpinan di masa datang. Dengan iman dan takwa, siapkan dirimu dengan penuh percaya diri, disiplin, dan keinginan selalu berkarya untuk bangsa dan Negara Indonesia. Di pundakmu, masa depan tertumpu. Dengan berbekal keyakinan, Tuhan selalu bersamamu, jadilah generasi pembangun….. aamiin.

“Ya ILLAHI,…puji syukur kami haturkan kehadirat-MU. Karena hanya dengan ridho, izin, dan kasih sayang-MU, jalan Layang Cawang Priok ini dapat kami selesaikan dengan baik . Sebuah Prestasi anak bangsa. Jangan KAU jadikan kami sombong karenanya.”

Bapak dan ibu berkenan menyaksikan pemutaran Sosrobahu, teknologi penemuan putra Indonesia, yang kami pakai juga saat melaksanakan proyek pembangunan jalan tol di Philippines

“Bapak Ibu sayang, karena bimbingan, nasehat dan kasih sayangmu, kami maju… Tenanglah di atas sana. Doa kami selalu menyertaimu… We all love both of you deeply.”

Ya ALLAH, jagalah bapak dan ibuku, tempatkanlah bapak dan ibu di surga-MU… aamiin.

Sekali tujuan telah ditetapkan, pantang langkah disurutkan!!!

NKRI, tidak bisa ditawar lagi.

Jayalah Indonesiaku ………

Jakarta 20 September 2018

]]>
https://www.tututsoeharto.id/jalan-tol-vii-prestasi-anak-bangsa/feed/ 0 554